Jumat, 09 Maret 2012

Kaulah yang Terbaik


Tidak dipungkiri lagi, salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah prestasi di bidang olahraga di tingkat internasional. Oleh karena itu, olahraga adalah satu cara untuk mengharumkan nama bangsa di mata dunia. Sepakbola pun masih menjadi olahraga yang paling popular di dunia termasuk di Indonesia.

Dunia sepakbola tanah air sedang sering disorot. Teringat November 2011 lalu saat Jakarta dan Palembang sukses menyelenggarakan pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara Sea Games dimana Indonesia berhasil menjadi juara umum dengan raihan emas terbanyak dari negara-negara lain di Asia Tenggara.  Hal ini sangat membanggakan mengingat Indonesia telah lama puasa gelar di ajang Sea Games. cabang sepakbola menjadi perhatian besar saat Titus Bonai dan kawan-kawan berhasil melaju ke Grand Final setelah menundukkan Vietnam pada semi final dengan 2 gol tanpa balas di Senayan. Dan final AFF cup 2010 pun terulang. Indonesia kembali bertemu Malaysia di final.

Pemandangan yang sungguh luar biasa ketika puluhan ribu supporter Indonesia menjejali Gelora Bung Karno saat pertandingan final digelar, itu pun masih banyak ribuan supporter yang tidak dapat masuk stadion karena tidak kebagian tiket, belum lagi supporter yang menonton lewat siaran langsung di televise. Pada malam itu perhatian memang tertuju pada laga sarat emosi tersebut. Misi balas dendam untuk mengalahkan Malaysia di final menjadi ekspektasi yang sangat besar bagi jutaan supporter Indonesia di seluruh nusantara. 

Malam yang ditunggu-tunggu pun datang juga, lagu kebangsaan Indonesia Raya pun berkumandang di Gelora Bung Karno, puluhan ribu supporter ikut menyanyikan Indonesia Raya membuat suasana yang mengharukan bercampur semangat yang membara-bara.

Timnas Indonesia yang sempat membuka harapan melalui gol Gunawan Dwi cahyo pada awal babak pertama ternyata tidak dapat mengantarkan Indonesia meraih tempat tertinggi. Malaysia berhasil menyamakan kedudukan di akhir babak pertama. Setelah pertandingan 2x45 menit, kedua tim masih imbang hingga dilakukan perpanjangan waktu 2x15 menit. Malam semakin larut, perasaan cemas dan penuh harap mungkin dirasakan seluruh supporter yang hadir di GBK maupun di luar GBK. Babak adu pinalti pun menjadi ajang hidup mati bagi Timnas Indonesia untuk meraih emas hingga pada akhirnya Timnas Malaysia berhasil memenangkan adu pinalti setelah kiper Kurnia Meiga gagal menahan tendangan bomber Malaysia, Bachtiar Baddrol. Timnas Indonesia pun harus mengakui kemenangan Malaysia di babak final. Kesedihan bertambah ketika tersiar berita dua orang supporter Indonesia meninggal dunia karena terinjak-injak supporter yang membludak di GBK.  Sungguh perjuangan berat yang harus dibayar mahal dengan hilangnya nyawa kedua supporter. Sungguh malam yang sangat melelahkan bagi pecinta sepakbola tanah air.

Tim Nasional Indonesia senior pun sedang menghadapi perjuangan yang sangat berat kala itu yang berhasil melaju ke babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2014. Kali ini lawan yang harus dihadapi adalah lawan yang bukan sembarang lawan. Tergabung dalam grup yang berisikan tim-tim dari Timur Tengah adalah perjuangan yang berat. Kekalahan 100% pun harus diterima Timnas Indonesia. Bambang Pamungkas dan kawan-kawan harus menerima kekalahan dari total 6 laga yang harus dijalani. Dan yang paling baru ialah kekalahan terbesar Timnas Indonesia sepanjang sejarah 10-0 dari Bahrain pada 29 februari 2012 lalu. 

Tidak beda dengan timnas senior dan timnas U-23, timnas U-21 yang ditukangi pelatih kawakan Widodo c Putro juga masih gagal membawa pulang gelar dari turnamen Hassanal Bolkiah Trophy di Brunei Darussalam, timnas U-21 harus menerima kekalahan 0-2 dari tuan rumah Brunei Darussalam di Stadium Nasional Hassanal Bolkiah, Bandar Sri Begawan.

Jika kita flashback ke belakang, timnas Indonesia selalu kalah saat bertanding di partai final. Dari final Piala AFF 2010 lalu, final Sea Games 2011, dan final Hassanal Bolkiah Trophy. Kekisruhan di PSSI yang belum berakhir menjadi sorotan kegagalan timnas dalam beberapa laga internasional. Diskriminasi terhadap pemain yang dilarang membela timnas mungkin kesalahan terbesar PSSI. Jutaan pendukung timnas Indonesia di luar sana termasuk saya dan anda pasti merasa kecewa dengan kekisruhan yang tidak kunjung berakhir di sepakbola tanah air. Seperti halnya curahan hati salah satu pecinta sepakbola tanah air di jejaring social yang muncul beberapa waktu lalu:

Terima kasih Brunei
Dilema, mungkin kata itu yang layak di sematkan ketika timnas Indonesia masuk final
Dalam situasi persepakbolaan saat ini, saya bingung apakah saya harus mendukung penuh, setengah mendukung, atau sama sekali tidak mendukung timnas.

Kalau kalah,,,, faktanya memang sudah kalah
Kalau menang, mungkin akan mnjadi legitimasi kepengurusan PSSI saat ini
dan mungkin akan dimanfaatkan menjadi alat pembenar bahwa PSSI sukses dengan programnya sekarang

Tuhan Maha Indah dengan ren
canaNya
Suatu saat,,,,
Mungkin Indonesia akan jadi juara ketika suasana persepakbolaan kita sudah kondusif
Masih mungkin,,,, suatu saat.

Satu Nusa,
Satu Bangsa,
Satu Bahasa kita,
Indonesia (mudah-mudahan) pasti Jaya
Untuk Selama-lamanya,

curahan hati di atas kembali mengingatkan kepada kita semua, suatu kejayaan pasti akan diraih jika tidak ada perpecahan, tidak ada perselisihan, dan tidak ada kekisruhan.


Untuk Timnas Indonesiaku yang hebat, kaulah yang terbaik!


I would be very proud if, one day, I’m held in the same esteem as George Best or David Beckham. It’s what I’m working hard towards. 


Cristiano Ronaldo

1 komentar: